It refers to a diffuse intellectual movement within the humanities
and social sciences challenging orthodoxies concerning the possibility of
objective and universal knowledge.
Cultural Turn secara bahasa
berarti pembelokan ke budaya. Budaya yang dimaksud di sini adalah budaya yang
bermuatan politik. Jadi, secara umum Cultural Turn berarti gerakan intelektual
dalam bidang kemanusiaan yang menantang atau mengkritik kekakuan/ortodoksi
bahwa ilmu itu universal dan objektif.
Seperti yang kita ketahui, sekarang ini ilmu-ilmu pengetahuan yang
kita pelajari khususnya dalam bidang Hubungan Internasional, semuanya dibuat
seolah-olah universal. Dalam artian bisa diterima oleh semua orang di dunia.
Tapi, di sini muncul pertanyaan apakah ada universalitas konsep? Contohnya Enlightenment
atau abad pencerahan (renaians) dan sebagainya, itu memang universal dan
objektif, berlaku untuk semua. Tapi, apakah itu harus? Apakah tidak ada
kemungkinan kita umat Islam mempunyai pengalaman yang berbeda? Itulah yang
harus dipertanyakan. Berpikir dalam perspektif Islam artinya harus
mempertanyakan universalitas konsep.
Its distrinctive political perspective are on issues domination,
subordination, and resistance. It takes place a continual struggle over
meaning, in which subordinate groups attempt to resist the imposition of
meanings which bear the interest of dominant groups.
Imposition of meaning.
Pemaksaan makna. Maksudnya segala sesuatu yang seharusnya hanya bersifat
Particular, tapi dipaksakan untuk menjadi Universal. Berikut beberapa contoh
dari Imposition of meaning ;
·
Apa
arti Muammar Khadafi bagi kita? Seluruh dunia dipaksa untuk menganggapnya
sebagai diktator. Hal ini pun dilakukan melalui berbagai cara ; seminar, radio,
TV, koran, dan berbagai media lainnya. Apakah benar Muammar Khadafi adalah
diktator? Terjadi Imposition of meaning di sini.
·
Seluruh
dunia dipaksa untuk mengakui bahwa Iran dengan program nuklirnya itu jahat,
hingga dikatakan bahwa Iran adalah Axis of Evil (Poros Setan). Padahal
Iran dengan program nuklirnya itu hanyalah ancaman bagi Israel (dan negara
sekutunya), bukan bagi negara-negara lain! Secara logika, buat apa
negara-negara lain harus takut dan merasa terancam dengan Program nuklir Iran?
Iran hanyalah ancaman bagi Israel. Yang seharusnya merasa terancam adalah
Israel dan negara-negara sekutunya, bukan negara-negara lain yang tidak
mempunyai kepentingan dengan Iran.
·
Universalitas
cirri-ciri teroris. Dunia sekarang ini telah dipaksa untuk mengakui bahwa
cirri-ciri teroris adalah yang mempunyai jenggot panjang, memakai gamis, dll.
Tapi, apakah itu semua benar? Tentu saja tidak. Padahal dalam Islam ciri-ciri
tersebut adalah hal yang biasa. Di sinlah terjadi lagi yang namanya Imposition
of meaning terhadap cirri-ciri teroris.
·
Apa
makna Muhammad Al-Fatih bagi kita? Apa makna Salahuddin Al-Ayyubi bagi kita?
Bagi mereka (orang-orang Barat) bisa saja menganggap Salahiddin itu jahat,
bengis, penjahat perang, dll. Tapi, apakah kita sebagai umat Islam mau
mengikuti makna yang mereka paksakan?
The core of culture is its value.
Inti dari budaya adalah nilainya. Nilai yang dimaksud di sini
adalah nilai yang kita yakini. Karena kita adalah umat Islam, maka kita hanya
berdasar/memaknai hal melalui Islamic Value. Dalam berpikir melalui
perspektif Islam, hal pertama yang harus dilakukan adalah to resist the
Imposition of meaning. Jangan mengatakan bahwa kita sudah berpikir sesuai
dengan perspektif Islam jika kita masih ikut-ikutan atau terpengaruh Imposition
of meaning!
Pokok dari Imposition of meaning adalah dominasi.
Selanjutnya, dalam bidang Hubungan Internasional apakah ada Imposition of
meaning? Tentu saja ada. Karena adanya aktor yang mendominasi, maka terjadi
dominasi nilai dari bidang HI ini sendiri. Padahal terdapat perbedaan
kultur/budaya antara kita (umat Islam) dengan aktor-aktor yang mendominasi
dunia internasional. Seharusnya kita (umat Islam) harus memaknai bidang HI ini
dengan nilai-nilai Islam (dalam konteks politik). Menggunakan nilai Islam dalam
memaknai bidang HI ini adalah manifestasi dari struggle over meaning.
Hal selanjutnya yang kita lakukan adalah Decentering International Relations.
Dalam membangun peradaban Islam, hal yang pertama kita perhatikan
adalah nilai-nilai Islam itu sendiri. Bagaimana kita ingin membangun peradaban
Islam jika masih menggunakan atau terpengaruh oleh nilai-nilai yang lain selain
Islam?
Jika sistem negara yang paling adil (yang dianggap paling adil) sekarang
adalah demokrasi. Maka dominasi dan Subordinasi itu sangat tidak demokratis.
Dalam HI arti dari demokrasi adalah wider people participations. Jika
nilai-nilai Islam itu sendiri ditolak, apakah itu bisa dikatakan sebagai
demokrasi?
Galeri Foto




Tidak ada komentar:
Posting Komentar