Sabtu, 02 Juli 2022

INTERNATIONAL SECURITY STUDIES IN THE LIBERALISM PARADIGM

 KONSEP-KONSEP KEAMANAN INTERNASIONAL DALAM

“PARADIGMA LIBERALISME”

v  Kantian Triangle

Kantian Triangle atau yang dikenal dengan Segitiga Kantian adalah suatu konsep yang diciptakan oleh seorang filsuf Jerman, Immanuel Kant, sekitar 200 tahun yang lalu. Konsep ini berusaha untuk menjelaskan bagaimana perdamaian dan kerjasama antar negara dapat terbentuk melalui tiga hal, yaitu; Organisasi Internasional, Interdependensi Ekonomi, dan Demokrasi.

Pertama, organisasi internasional. Dalam hal ini Kant mengusulkan didirikannya suatu lembaga semacam perserikatan bangsa-bangsa (volkerbund) dan bukan pemerintahan negara-negara (volkerstaat). Maksudnya ialah suatu lembaga yang tidak digunakan untuk memperoleh kekuasaan atas negara-negara, tetapi hanya ditujukan pada pemeliharan terjaminnya kebebasan negara-negara tersebut tanpa ada keharusan bagi mereka untuk tunduk pada hukum lembaga tersebut. Konsep ini dimaksudkan Kant untuk menciptakan sebuah lembaga supranasional yang berupa liga perdamaian (foedus pacificum) yang bertujuan menghentikan perang untuk selamanya. Salah satu contoh lembaga supranasional yang kita ketahui bersama yaitu Liga Bangsa-Bangsa yang digagas oleh Woodrow Wilson pasca Perang Dunia II, yang kemungkinan besar bersumber dari gagasan Emmanuel Kant ini.

Kedua, interdependensi ekonomi. Secara singkat dikatakan bahwa perdagangan dalam konsep ini dapat mempromosikan perdamaian. Hal ini berangkat dari anggapan bahwa perdagangan dapat meningkatkan kekayaan, kerjasama, dan kesejahteraan global, yang semuanya mengurangi persentase kemungkinan konflik jangka panjang. Secara logis hal ini dapat diterima, karena pemerintah tentunya tidak ingin mengganggu proses apa pun yang akan meningkatkan kekayaan mereka. Lambat laun mereka akan menyadari bahwa dengan meningkatnya perdagangan antar negara, mereka akan menjadi saling bergantung satu sama lain dalam hal perdagangan. Ketergantungan antar negara inilah yang disebut Interdependensi Ekonomi.

Yang ketiga, demokrasi. Konsep ini beranggapan bahwa demokrasi dapat mendorong terciptanya perdamaian sebab antarnegara demokrasi tidak akan berperang satu sama lain. Salah satu alasan mengapa hal ini dapat terjadi karena prinsip demokrasi itu sendiri yang menekankan pada sistem perwakilan dan fungsi check and balance dalam pembuatan keputusan. Berbeda dengan sistem otoriter yang dimana setiap keputusan cenderung akan berpusat pada satu orang yang memimpin. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan di nomor ketiga dari tugas ini.

Salah satu contoh studi kasus dari Kantian Triangle ini adalah konflik antara Amerika Serikat dan Meksiko pada masa kepemimpinan Presiden Trump, yang dapat mereda karena beberapa sebab. Konflik bermula ketika Presiden Trump menginginkan rekonstruksi tembok pembatas yang sebelumnya hanya dibangun dari tembok menjadi tembok kokoh setinggi 30 kaki. Pembangunan tembok ini menghasilkan biaya yang cukup besar, namun Amerika Serikat sendiri menekankan bahwa Meksiko yang akan membayar pengeluaran rekonstruksi tembok tersebut. Namun, adanya interdependensi antar kedua negara menjadi alasan tercegahnya eskalasi konflik menjadi peperangan. Interdepensi ini diawali dengan bergabungnya kedua negara dalam organisasi regional NAFTA (North American Free Trade Area). Hal ini berdampak pada peningkatan kegiatan ekspor dan impor antar Amerika Serikat dan Meksiko. Terlebih lagi fakta bahwa 90% perdagangan Meksiko berlangsung dengan Amerika Serikat. Mengingat hal itu, tentu saja kedua negara perlu mempertimbangkan untuk memilih antara pecahnya konflik perkepanjangan atau tetap mempertahankan hubungan baik yang dapat membawa keberlangsungan ekonomi yang saling menguntungkan antar keduanya.

v  Doux Commerce

Doux Commerce adalah salah satu teori atau konsep dalam paradigma liberalisme yang membahas tentang perdagangan. Secara spesifik menyatkan bahwa kegiatan dagang itu sendiri (trade) cenderung tidak menggunakan perilaku kekerasan atau yang tidak sesuai dengan moral. Teori atau konsep ini muncul pada zaman pencerahan (renaissance), yang dimana pendukung dari teori ini percaya bahwa tersebar luasnya perdagangan cenderung akan mengurangi konflik, bahkan perang (trade prevent war). Istilah yang sering terdengar dalam teori ini adalah “perdagangan yang membudayakan manusia”.

Montesquieu menyatakan bahwa efek alami perdagangan adalah menuju perdamaian. Di literatur lain Thomas Paine juga berpendapat bahwa jika perdagangan diizinkan untuk bertindak sejauh kemampuannya, hal itu akan memusnahkan sistem perang. Tidak diketahui siapa pencetus utama dari teori ini tetapi pemikiran Montesquieu dan Voltaire dianggap yang paling sesuai dengan teori ini.

Akan tetapi teori ini dikritik oleh Edmund Burke dengan pernyataan berikut, “(doux commerce) bukan perdagangan yang membudayakan manusia, melainkan manusia beradab melalui budaya, yang memungkinkan mereka terlibat dalam perdagangan”. Nathan B. Oman dalam bukunya The Dignity of Commerce: Markets and the Moral Foundations of Contract Law, menyatakan bahwa tidak semua pasar memiliki konsekuensi moral yang baik, dan tidak semua pasar layak mendapatkan perlindungan hukum. Oman menyadari bahwa pasar dapat menjajah bidang kehidupan non-komersial, seperti pernikahan dan keluarga serta merusak banyak hubungan manusia. Maka dari itu hukum harus menolak upaya untuk menerapkan metafora pasar tanpa pandang bulu ke semua interaksi manusia, kata Oman.

Untuk teori ini penulis akan memaparkan dua studi kasus. Yang pertama (trade prevent war) merujuk pada seorang ekonom Stanford, Matthew O. Jackson yang menyatakan, “kesulitan mendasar yang kami temukan adalah bahwa aliansi itu mahal untuk dipertahankan jika tidak ada insentif ekonomi” dan “tempat-tempat yang paling banyak dilanda perang dalam sejarah baru-baru ini cenderung adalah tempat-tempat dengan aliansi perdagangan global yang lebih sedikit”. Berpegang pada statement ini, Jackson mengambil contoh kasus Perang Kongo Kedua dari tahun 1998 hingga 2000, yang menewaskan lebih dari empat juta orang dan merupakan perang paling mematikan sejak Perang Dunia II. Faktanya, perang ini melibatkan delapan negara Afrika dengan hubungan perdagangan yang relatif sedikit. Contoh yang mudah untuk dipahami lagi ialah konflik Amerika Serikat dan Meksiko di masa pemerintahan Presiden Trump yang telah dijelaskan di nomor sebelumnya, yang dimana aktifitas ekonomi antar kedua negara dapat meredakan konflik yang ada.

Studi kasus kedua yang menegaskan kritik terhadap teori Doux Commerce ini ialah perdagangan budak Atlantik (The Atlantic Slave Trade). Perdagangan budak yang bermula pada abad ke 15 ini sangat jelas merupakan pasar, namun sama sekali melupakan moral dan martabat sebagai sesama manusia. Sama halnya dengan pelegalan penjualan senjata dibeberapa wilayah Amerika, yang jelas-jelas membawa masalah lebih banyak dari manfaatnya. Seperti kasus penembakan di salah satu sekolah dasar di Texas yang mengakibatkan korban jiwa yang cukup banyak.

v  Democratic Peace Theory

Definisi Democratic Peace Theory atau yang biasa disebut dengan Liberalisme Republikan sebenarnya tidak berbeda jauh, bahkan dapat dikatakan sama dengan poin demokrasi dari Kantian Triangle yang tertera di atas, yaitu antarnegara demokrasi tidak akan berperang satu sama lain. Teori ini mirip dengan Liberalisme Internasionalis yang memandang bahwa perdamaian akan tercipta jika semua negara mengadopsi nilai-nilai demokrasi. Oleh sebab itu teori ini menganjurkan negara untuk menyebarluaskan nilai-nilai demokrasi liberal ke seluruh dunia.

Salah satu tokoh pendukungnya ialah Francis Fukuyama yang dalam bukunya The End of History and The Last Man menyatakan, “Amerika Serikat dan negara-negara demokrasi lain punya kepentingan jangka panjang dalam menjaga ruang-ruang demokrasi di dunia ini, dan menyebarluaskannya jika memungkinkan. Jika negara-negara demokrasi tidak saling berperang, dunia pascasejarah akan menjadi lebih damai dan sejahtera”.

Dengan demikian teori ini menjadikan penyebarluasan demokrasi sebagai agenda utama kebijakan luar negeri, yang dapat dilakukan dengan berbagai cara. Baik melalui cara-cara yang persuasif seperti bantuan luar negeri, pertukaran budaya, pendidikan, dan juga dengan cara-cara yang buruk seperti perang. Cara yang terakhir ini biasanya dilakukan untuk menjaga keberlangsungan nilai-nilai kebebasan, hak asasi manusia, dan demokrasi tentunya. Menurut penulis sendiri penjelasan mengenai Democratic Peace Theory ini sendiri terdapat ambiguitas di dalamnya. Yang dimana bertujuan untuk menciptakan perdamaian dan menghindari perang, malah diperbolehkan untuk berperang dengan dalih menjaga nilai-nilai demokrasi yang ada.

Salah satu contoh kasus dari teori ini adalah intervensi kemanusiaan yang dilancarkan oleh negara-negara anggota NATO terhadap Libya beberapa dekade lalu. Intervensi ini dilakukan dengan menjaga nilai-nilai kemanusian yang dianggap telah dirusak oleh pemimpin Libya sendiri saat itu, Muammar Khadafi. Namun, beberapa literatur mengatakan bahwa dibalik intervensi kemanusiaan tersebut terdapat kepentingan lain yang lebih besar selain menjaga nilai-nilai kemanusiaan tersebut. Keberadaan NATO di Libya tampak sebagai bentuk perpanjangan tangan Amerika Serikat yang hampir selalu mengatasnamakan HAM dan demokrasi sebagai basis instrumen untuk melakukan intervensi. Kepentingan Amerika Serikat tidak lain adalah menguasai cadangan minyak yang terdapat di Libya saat itu. Sepertinya hal ini sudah menjadi motif yang sangat jelas, seperti hal yang sama dilakukannya pada intervensi Irak tahun 2003 lalu.

v  Neoliberal Institutionalism

Neoliberal Institusionalisme biasa juga dikenal dengan Liberalisme Institusional merupakan teori yang berupaya untuk mencari solusi dari permasalahan neorealisme. Neorealisme percaya bahwa dalam struktur internasional yang pada dasarnya anarki, negara-negara akan sulit untuk bekerjasama, akibat sifat dasar mereka yang saling mencurigai. Neoliberal institusionalisme tidak menyanggah asumsi bahwa kondisi sistem internasional adalah anarki, namun ia percaya bahwa kerjasama dapat terjalin melalui rezim internasional atau institusi yang dapat menjembatani negara-negara untuk dapat menjalin kerjasama. Institusi ini bisa berupa lembaga formal seperti organisasi dan hukum internasional yang mengikat maupun tidak seperti Memorandum of Understanding (MoU), perjanjian antarnegara (agreement), dan kesepakatan-kesepakatan lain yang sifatnya longgar.

Untuk studi kasus, penulis rasa cukup mudah untuk menemukannya. Saat ini ada banyak sekali organisasi, perjanjian, atapun kesepakatan yang terjalin antarnegara dengan tujuan kerjasama, dalam berbagai bidang juga. Seperti kerjasama dalam bidang keamanan; NATO (North Atlantic Treaty Organization), dalam bidang ekonomi; NAFTA (North American Free Trade Area) dan WTO (World Trade Organization), bahkan perjanjian dalam bidang keamanan lingkungan; Paris Agreement dan Protokol Kyoto.

 

REFERENSI

Ball, J. (2000). The Atlantic Slave Trade A Unit of Study for Grades 7–12. Los Angeles: University of California.

Indrawan, J. (2013). Legalitas dan Motivasi NATO (North Atlantic Treaty Organization) dalam Melakukan Intervensi Kemanusiaan di Libya. Jurnal Kajian Wilayah, 127-149.

Joshua S. Goldstein, J. C. (2014). International Relations Tenth Edition. New Jersey: Pearson Education Inc.

Mooney, L. (2014, Mei 28). Matthew O. Jackson: Can Trade Prevent War? Retrieved from Graduate School of Stanford Business: https://www.gsb.stanford.edu/insights/matthew-o-jackson-can-trade-prevent-war

Movsesian, M. L. (2017, Juni 26). Is It Really Commercial Activity that Civilizes? Retrieved from Law & Liberty: https://lawliberty.org/book-review/is-it-really-commercial-activity-that-civilizes/

Putri, A. S. (2017). Interdependensi dan Kerjasama Ekonomi Studi Kasus: Interdependensi Ekonomi pada Amerika Serikat dan Meksiko sebagai Pencegah Perang antar Keduanya. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada.

Rosyidin, M. (2020). Teori Hubungan Internasional Dari Perspektif Klasik Sampai Non-Barat. Depok: Rajawali Pers.

 

Jumat, 20 Agustus 2021

Remember When

 

When you are old and grey

and full of thought, laying on the bed,

take down the book and slowly read.

Then a glance of memories come to your mind,

remind you of the glorious days.

 

Remember when

you were whining school boy

with your satchel and gloomy face, grudgingly to school.

Instead, you had a big dream,

wanted to be everything great and fantastic

as it nestles seeds of perfection

in your heart.

 

Remember when you old enough to know

what is love?

Sending romantic words to the special one.

Singing, reading a poem,

shameless to express your heart.

 

Remember when

you bored with love circumstances.

Started to realize of truth.

The truth of importance of dream,

instead of love…

At the moment you pathetically aware

that reaching dream ain’t easy as you imagine.

 

Then, for a moment you close your eyes

and smile,

as you remember what happen few years later.

 

Proudly sitting under the Eiffle,

sparkling smile seen on your face.

While the entire stars rolling through the sky,

celebrating your success.

Contemplating all the efforts you struggle in to

get to this point.

Seeking knowledge, learning the marrow of life,

and even finding your true love.

‘Till the time comes to say goodbye to

this place whose beauty can’t be

written in words.

 

Time by time passes.

All the nitty-gritty of life

you’ve been through.

Eventually you close your pages of life,

peacefully, gratefully

for the blessings and favors given to

living this beautiful life.

Rabu, 07 Juli 2021

Review Video Documenter "China Rising, Europe Reluctant - Can America Lead Again?"









           

             Sebelum membaca artikel ini, kami sarankan agar kalian menonton terlebih dahulu video dokumenter yang dimaksud. Silahkan klik di sini untuk menonton video.

“A shared future for mankind”. Slogan yang digaungkan oleh Xi Jinping, presiden China ini tampaknya cukup jelas menggambarkan ambisi China untuk menggantikan Amerika sebagai negara Adidaya. Amerika yang sadar akan hal ini tentu saja harus merasa khawatir. Di lain sisi Amerika bingung untuk mempertahankan prioritas yang lama atau segera menggantinya. Salah satunya adalah perihal Timur-Tengah. Sudah banyak sumber daya yang mereka keluarkan demi menguasai di Timur-Tengah. Relakah mereka melepasnya begitu saja? Sementara saat ini, China rise is much more about than military in Asia. It presents all aspects.

Bagaimana dengan peran Eropa dalam hal ini? Bukan rahasia lagi bagi masyarakat internasional bahwa Amerika memiliki hubungan erat dengan Eropa. Salah satu contoh yang paling jelas adalah NATO. Pesatnya perkembangan China dalam segala aspek membuat Amerika mengajak sekutunya, Eropa, ikut menyatukan kekuatan demi mengalahkan China. Namun, Eropa sendiri tampak bimbang untuk memilih antara dua kubu tersebut. Hal ini sangat jelas terlihat dari pidato konselor Jerman, Angela Merkel yang mengatakan, “I believe that it is very important for the European Union to have its own China policy, which of course will have in common with the United States that we build on the same values”. Demikian juga yang dikatakan oleh presiden Prancis, Emmanuel Macron, “Our goal is very clearly to be able to make our own choices and not be in alignment with anybody else”.Eropa mengatakan bahwa mereka tidak ingin lagi bergantung pada pihak lain, tapi apakah realitanya benar demikian? Faktanya dalam hal ekonomi, European economy highly depent on Chinese market. Demikian pula dalam hal keamanan, Eropa bergantung pada Amerika. Entah pihak mana yang akan Eropa dukung, tentunya Eropa harus memilih dengan bijak, karena keputusan mereka akan sangat berpengaruh pada masa depan mereka mendatang.

Dapatkah Amerika kembali memimpin? Sejak inagurasi presiden, Joe Biden sebagai presiden yang baru selalu mengatakan dalam pidatonya bahwa “America is back”. Benarkah demikian? Faktanya, dalam Amerika sendiri mereka sedang bejuang menyelesaikan perang domestic yang bukan hanya sangat perpengaruh pada perpolitikan negara tetapi juga pada kebijakan Amerika, baik domestic maupun luar negeri. Jika Amerika benar-benar ingin kembali bangkit, saya rasa Amerika harus terlebih dahulu membenahi kekacauan internal dan mengembalikan kepercayaan masyarakatnya terhadap pemerintah yang mulai hilang pada kepemimpinan sebelumnya. Jika hal itu bisa terpenuhi barulah Amerika bisa dengan rasa percaya diri melakukan upaya-upaya yang signifikan untuk kembali memimpin dunia.

Kamis, 01 Juli 2021

The Seven Ages of Man by William Shakespeare, Penjelasan Singkat Tahap Kehidupan Manusia


All the world's a stage,
and all the men and women merely players;
They have their exsist and their entrances;
And one man in his time plays many parts,
his acts being seven ages.

At first The Infant,
mewling and puking in the nure's arms;
Then the whining School Boy,
with his satchel
and shining morning face, creeping like snail
unwillingly to school.

And then The Lover,
sighing like furnace, with a woeful ballad
Made to his mitress' eyebrows.

Then a Soldier,
full of strange oaths, and bearded like the pard.
Jealous in honour, sudden and quick in quarrel,
seeking the bubble reputation
even in the cannon's mouth.

And then The Justice,
in fair round belly with good capon lined,
with eye severe and beard of formal cut.
Full of wise saws and modren instances,
and so he plays his part.

The sixth age shifts
into the lean and slippered pantaloon,
with spectacles on nose and ponch on side;
His youthful hose, well saved, a world too wide
for his shrunk shank; and his big manly voice.
Turning again toward childish treble,
pipes and whistles in his sound.

Last Scene of all,
that ands this strange eventful history,
is second childishness and mere ablivion;
sans teeth, sans eyes, sans taste,
Sans Everything.

Penjelasan Singkat

            Sang penyair membandingkan dunia dengan panggung di teater dengan pria dan wanita sebagai pemain/tokohnya. Setiap pemain memiliki pintu keluar dan pintu masuknya sendiri. Demikian pula, pria dan wanita memasuki dunia saat lahir dan keluar dari dunia menjelang kematiannya. Dari lahir hingga mati, manusia memainkan peran mereka yang berbeda-beda. Dalam puisi ini sang penyair membaginya menjadi tujuh peran.

            Kelahiran seorang anak adalah babak pertama dari drama kehidupan manusia. Bayi yang laihir, kemudian menangis dan muntah di pelukan perawat. Selanjutnya bayi itu akan melalui masa-masa dimana dia akan berangkat ke sekolah. Dengan wajah yang bersinar dan membawa sekantong buku. Dia pergi ke sekolah dengan enggan, merayap seperti siput. Ini adalah peran kedua dalam kehidupan. Peran ketiga adalah sebagai remaja yang mabuk cinta. Seorang remaja yang menyanyikan beberapa lagu memuji keindahan kekasihnya.

            Tahap keempat adalah seorang prajurit. Dia memiliki janggut yang berwibawa. Dengan sifat cepat marah jika diusik kehormatannya. Mencari reputasi bahkan dengan mempertaruhkan nyawanya. Tak takut mati dan bahaya saat berjuang untuk reputasi. Namun, reputasinya tidak akan bertahan lama, rapuh layaknya gelembung.

            Kemudian datanglah usia paruh baya. Tahap kelima adalah tahap kebijaksanaan. Ia gemuk dengan perut yang bulat dan berdaging terlalu banyak makan. Dia memiliki janggut dengan potongan formal. Tatapan matanya kini terlihat tajam. Menjadi ketat dan hati-hati dalam perilakunya. Mengakatan banyak hal dan memberi contoh untuk mendukung argumen kebijaksanaannya.

            Usia keenam membawa seseorang ke usia tua. Manusia menjadi lemah dalam kesehatan dan kurus tubuhnya. Dia memakai sandal, kacamata dan pakaian masa mudanya. Pakaian yang terlalu longgar untuk posturnya yang kecil dan kurus. Suaranya menjadi tidak jantan lagi. Cadel seperti anak kecil  karena gigi yang ompong.

            Peran terakhir adalah orang yang sangat tua. Pada tahapan ini dia tidak berdaya seperti bayi. Dia ompong, sulit mendengar, lemah dalam penglihatan dan pelupa. Bahkan dia kehilangan kendali atas semua indranya. Menunggu waktu hingga berangkat dan istirahat dari segala tengek bengek kehidupan.

Selasa, 22 Juni 2021

REVIEW FILM LUCA (2021)

 Judul                : Luca

Tanggal Rilis     : 18 Juni 2021

Sutradara           : Enrico Casarosa

Genre                 : Animasi / Komedi / Adventure

Aktor / Artis      : Jacob Tremblay (Luca), Jack Dylan Grazer (Alberto), Emma Berman (Giulia)

Pengantar

               Luca Paguro adalah seorang monster laut muda pemalu yang tinggal dekat pesisir kota Portorosso, Italia. Suatu hari Luca bertemu dengan Alberto Scorfano, sorang monster muda lain yang pemberani. Hidupnya pun berubah drastis ketika Alberto mengajaknya naik ke permukaan untuk berpetualang. 

    Kisah ini terinspirasi dari masa kecil sang sutradara di Genoa, Italia, dengan karakter utama (Luca dan Alberto) berdasarkan dia sendiri bersama sahabatnya, Alberto Surace.

   Film yang berlatarkan Italia 1995 ini memvisualisasikan kepada kita kisah keluarga dan persahabatan yang penuh warna, bukan hanya antar manusia tetapi juga monster laut. Kisah mereka pun ditutup dengan akhir yang memuaskan dan mengharukan para penonton.

Alur Singkat

        Di awal film kita akan melihat bahwa Luca terus menerus diperingati oleh orangtuanya untuk tidak naik ke permukaan dengan alasan Manusia akan membunuhnya jika tertangkap. Hingga akhirnya orangtua Luca mengancam akan mengasingkan Luca jika tetap memaksa untuk naik ke permukaan. Dengan rasa marah dan takut, Luca pergi dari rumahnya dan tinggal bersama Alberto.

            Takut bahwa orangtua Luca akan menemukan mereka, mereka pun nekat untuk pergi ke sebuah kota di pesisir laut Italia, Portorosso. Di sanalah mereka bertemu dengan Giulia, seorang anak perempuan yang cerdas dan unik. Saat itulah petualangan mereka dimulai.

Ulasan Pribadi

            Karena ini merupakan film animasi, saya rasa akting dari para aktor/artis tidak terlalu menonjol. Tetapi dari segi penghayatan, mereka sangat memukau. Walaupun hanya suara mereka yang terdengar, mereka dapat menyesuaikan diri dengan adegan-adegan yang ditampilkan di film. Hal ini membuat suasanya film lebih hidup dan terasa nyata bagi yang menonton. Bahkan tidak sedikit dari nitizen media sosial yang berkomentar bahwa mereka sangat ingin bisa merasakan suasana Italia tahun 1995 seperti yang digambarkan pada film ini.

            Selanjutnya, dapat kita lihat pada beberapa momen Alberto merasa cemburu pada Giulia karena lebih sering bermain bersama Luca. Beberapa orang berpendapat bahwa ini merupakan doktrin LGBT yang disisipkan pada film ini. Tetapi menurut saya sendiri, merupakan hal yang lumrah bagi anak-anak seumuran mereka merasa cemburu jika teman dekatnya tiba-tiba dekat dengan orang lain yang baru mereka temui. Di lain sisi, film ini juga lebih diperuntukkan untuk anak-anak dan sebagai film ringan untuk di tonton bersama keluarga.  Rasanya agak berlebihan jika kita menyimpulkan bahwa doktrin seperti itu disisipkan pada film seperti ini.

Penutup

            "Ringan tapi diliputi kegembiraan yang menular, Luca yang mempesona membuktikan Pixar dapat memainkannya dengan aman sambil tetap memesona penonton dari segala usia.". Tanpa berpanjang lebar, saya rasa kutipan dari Metacritic (situs web yang mengumpulkan ulasan film, acara TV, album musik, video game, dan buku) ini cukup untuk menggambarkan seluruh nuansa film yang mempesona ini.

Rabu, 15 Januari 2020

"Sahabatku"

Adalah suka ukiran senyum wajahmu
Adalah tenteram hangat tawa lepasmu
Adalah riang lantunan canda tawamu
Adalah kamu obat pelipur laraku
Namun mengapa semuanya terasa hampa?

Dalam hening memori tak bertepi
Dalam sepi angan tak rundung batas
Dalam sunyi pilu tak tertahan pedih

2015, di penjara suci ini kisah dimulai
Detik demi detik terasa begitu cepat
Di bawah sinar rembulan, sekelabat kenangan muncul

Teringat kembali kala kita
Bernaung dalam bayangbayang sembunyi
Terhuyung jatuh kala amanat
Memukul telak ke lubuk hati
Hingga akhirnya kembali bangkit
Tuk mendengar gema
Tawa, tangis, dan haru
Yang bercampur padu di hari kemenangan

Namun apalah daya
Luasnya lautan memisahkan kita
Rindu rasanya hati ini tuk bersua
Dengan dirimu wahai sahabatku

Aku percaya, akan datang suatu hari
Dimana waktu mempertemukan kita
Dan bilamana Ia tak berkenan
Ingatlah! Ukiran kenangan kita
Takkan lapuk terkikis masa

Hingga hembusan nafas terakhir
Hingga maut memisahkan kita
Atau....mempertemukan kita

2020

Rabu, 11 September 2019

Review buku "The Introvert Advantage"

Judul buku  "The Introvert Advantage" Berkembang dan Berhasil di Dunia Ekstrovert
Penulis        : Marti Olsen Laney, Psy.D.
Penerbit       : PT Alex Media Komputindo
Tebal Buku  : 396 Halaman
ISBN           : 987-602-02-8841-3



Judul asli dari buku ini adalah The Introvert Advantage (How to Thrive in an Extrovert World). Buku ini pertama kali terbit pada tahun 2002 oleh Workman Publishing Company dan diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia 6 tahun lalu (2013). Tujuan sang penulis menulis buku ini agar para Introvert dapat memahami diri mereka sendiri dan dapat membuka diri dengan dunia yang sebagian besar dipenuhi oleh Ekstrovert. Beliau pun menjelaskan bahwa tidak ada salahnya menjadi Introvert, karena Introvert pun mempunyai banyak hal yang tanpa mereka sadari dapat kembangkan. Dengan memahami diri mereka sendiri para Introvert dapat menjadi bintang diantara bintang-bintang lain di luar sana (Ekstrovert).

Bagaimana kaum introvert dan ekstrover menciptakan energi telah menjadi perbedaan paling menonjol di antara keduanya. Namun, ada dua perbedaan mendasar lainnya: respon mereka terhadap stimulus, dan cara mereka memahami suatu pengalaman atau pengetahuan. Kaum ekstrover berkembang dengan mendapatkan stimulus yang berbeda-beda, sedangkan kaum introvert tidak mampu mengatasi terlalu banyak stimulus yang berbeda. Serupa dengan hal tersebut, para outies (ekstrover) akan menebarkan jarring pikiran mereka yang luas untuk menyerap semua pengetahuan dan pengalaman, sedangkan para innies (introver) cenderung memilih berkonsentrasi pada satu hal secara mendalam saja. (Hal 23)

Buku ini menjelaskan bahwa para Introvert cenderung perlu berpikir atau pun merenung terlebih dahulu sebelum berbicara, sedangkan kaum Ekstrovert cenderung dapat berbicara sambil berpikir. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan jalur otak yang digunakan. Kaum Introvert memiliki jalur otak yang lebih panjang daripada kaum Ekstrovert yang memiliki jalur otak yang lebih pendek. Hal ini lah yang mendasari perbedaan cara berbicara ataupun cara memproses  informasi yang mereka dapatkan. (Halaman 90-91)

Yang menarik dari buku ini adalah ketika sang penulis mengulas banyak hal tentang ikatan keluarga antara Introvert dan Ekstrovert ataupun sebaliknya. Ternyata dengan memahami temperamen dari setiap pasangan dapat membuat kita paham apa yang seharusnya kita lakukan terhadap pasangan kita. Sama halnya jika terjadi masalah antara keduanya, apa seharusnya kita lakukan. Semuanya telah dijelaskan dalam buku ini.

“Diatas segalanya : Jujurlah pada diri Anda sendiri!” (William Shakespeare, halaman 383). Diakhir buku ini penulis menantumkan kata-kata pegangan para Introvert, dengan tujuan agar para Introvert sadar akan kelebihan mereka dan dapat berkembang menjadi lebih baik dari sebelumnya. “Semua hal yang berasal dari alam pasti memiliki keindahannya sendiri” (Aristoteles, halaman 385).

Kata-kata Pegangan Kaum Introvert

·         Bersyukur
·         Jadilah suka bermain
·         Ambillah waktu rehat
·         Hargai dunia dalam diri Anda
·         Jadilah pribadi yang sesungguhnya
·         Nikmati rasa ingin tahu
·         Tetap dalam keselarasan
·         Rayakan kesendirian Anda
·         Jadilah dir Anda sendiri
·         Ingat, terangkanlah cahaya Anda!

Rabu, 04 September 2019

Dream and Friendship


I present this poem to my friends who have been willing to accompany me every time, when happy or sad, who always cheering me up when i down. I believe God will reward you for your kindness. I will never forget you all ... my friends....


When the sun is dissapearing
Nothing can warm you again
When the stars are going away
Nothing can accompany you

Don't worry! Hold my hand
and i will with you
Don't worry my friend...

Go! Don't look back and keep moving on
Let's fix our direction
Together, we jump around
Untill we fly to the sky

Darkness...Nightnare...
I'm not scare!
We don't care enough
Forget it!

Rise your hand, let's scream together
And together, we reach our dream
Stand up and running on
Don't give up!

Let's keep this friendship untill our last breath
Cause our friendship is never fade...

Selasa, 27 Agustus 2019

"Cultural Turn" Special Lecture with Al-Ustadz Idin Fasisaka, S.IP, M.A


CULTURAL TURN

It refers to a diffuse intellectual movement within the humanities and social sciences challenging orthodoxies concerning the possibility of objective and universal knowledge.

Cultural Turn secara bahasa berarti pembelokan ke budaya. Budaya yang dimaksud di sini adalah budaya yang bermuatan politik. Jadi, secara umum Cultural Turn berarti gerakan intelektual dalam bidang kemanusiaan yang menantang atau mengkritik kekakuan/ortodoksi bahwa ilmu itu universal dan objektif.

Seperti yang kita ketahui, sekarang ini ilmu-ilmu pengetahuan yang kita pelajari khususnya dalam bidang Hubungan Internasional, semuanya dibuat seolah-olah universal. Dalam artian bisa diterima oleh semua orang di dunia. Tapi, di sini muncul pertanyaan apakah ada universalitas konsep? Contohnya Enlightenment atau abad pencerahan (renaians) dan sebagainya, itu memang universal dan objektif, berlaku untuk semua. Tapi, apakah itu harus? Apakah tidak ada kemungkinan kita umat Islam mempunyai pengalaman yang berbeda? Itulah yang harus dipertanyakan. Berpikir dalam perspektif Islam artinya harus mempertanyakan universalitas konsep.

Its distrinctive political perspective are on issues domination, subordination, and resistance. It takes place a continual struggle over meaning, in which subordinate groups attempt to resist the imposition of meanings which bear the interest of dominant groups.

Imposition of meaning. Pemaksaan makna. Maksudnya segala sesuatu yang seharusnya hanya bersifat Particular, tapi dipaksakan untuk menjadi Universal. Berikut beberapa contoh dari Imposition of meaning ;

·         Apa arti Muammar Khadafi bagi kita? Seluruh dunia dipaksa untuk menganggapnya sebagai diktator. Hal ini pun dilakukan melalui berbagai cara ; seminar, radio, TV, koran, dan berbagai media lainnya. Apakah benar Muammar Khadafi adalah diktator? Terjadi Imposition of meaning di sini.

·         Seluruh dunia dipaksa untuk mengakui bahwa Iran dengan program nuklirnya itu jahat, hingga dikatakan bahwa Iran adalah Axis of Evil (Poros Setan). Padahal Iran dengan program nuklirnya itu hanyalah ancaman bagi Israel (dan negara sekutunya), bukan bagi negara-negara lain! Secara logika, buat apa negara-negara lain harus takut dan merasa terancam dengan Program nuklir Iran? Iran hanyalah ancaman bagi Israel. Yang seharusnya merasa terancam adalah Israel dan negara-negara sekutunya, bukan negara-negara lain yang tidak mempunyai kepentingan dengan Iran.

·         Universalitas cirri-ciri teroris. Dunia sekarang ini telah dipaksa untuk mengakui bahwa cirri-ciri teroris adalah yang mempunyai jenggot panjang, memakai gamis, dll. Tapi, apakah itu semua benar? Tentu saja tidak. Padahal dalam Islam ciri-ciri tersebut adalah hal yang biasa. Di sinlah terjadi lagi yang namanya Imposition of meaning terhadap cirri-ciri teroris.

·         Apa makna Muhammad Al-Fatih bagi kita? Apa makna Salahuddin Al-Ayyubi bagi kita? Bagi mereka (orang-orang Barat) bisa saja menganggap Salahiddin itu jahat, bengis, penjahat perang, dll. Tapi, apakah kita sebagai umat Islam mau mengikuti makna yang mereka paksakan?

The core of culture is its value.
Inti dari budaya adalah nilainya. Nilai yang dimaksud di sini adalah nilai yang kita yakini. Karena kita adalah umat Islam, maka kita hanya berdasar/memaknai hal melalui Islamic Value. Dalam berpikir melalui perspektif Islam, hal pertama yang harus dilakukan adalah to resist the Imposition of meaning. Jangan mengatakan bahwa kita sudah berpikir sesuai dengan perspektif Islam jika kita masih ikut-ikutan atau terpengaruh Imposition of meaning!

Pokok dari Imposition of meaning adalah dominasi. Selanjutnya, dalam bidang Hubungan Internasional apakah ada Imposition of meaning? Tentu saja ada. Karena adanya aktor yang mendominasi, maka terjadi dominasi nilai dari bidang HI ini sendiri. Padahal terdapat perbedaan kultur/budaya antara kita (umat Islam) dengan aktor-aktor yang mendominasi dunia internasional. Seharusnya kita (umat Islam) harus memaknai bidang HI ini dengan nilai-nilai Islam (dalam konteks politik). Menggunakan nilai Islam dalam memaknai bidang HI ini adalah manifestasi dari struggle over meaning. Hal selanjutnya yang kita lakukan adalah Decentering International Relations.

Dalam membangun peradaban Islam, hal yang pertama kita perhatikan adalah nilai-nilai Islam itu sendiri. Bagaimana kita ingin membangun peradaban Islam jika masih menggunakan atau terpengaruh oleh nilai-nilai yang lain selain Islam?


Jika sistem negara yang paling adil (yang dianggap paling adil) sekarang adalah demokrasi. Maka dominasi dan Subordinasi itu sangat tidak demokratis. Dalam HI arti dari demokrasi adalah wider people participations. Jika nilai-nilai Islam itu sendiri ditolak, apakah itu bisa dikatakan sebagai demokrasi?

Galeri Foto